Rabu, 10 Juli 2013

SKETSA UMMATAN WAHIDAH MENUJU KEJAYAAN ISLAM



“Jikalau Tuhanmu menghendaki tentu Dia (Allah) menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka (manusia) senantiasa berselisih pendapat,” (QS. Hud: 118)
        Islam sebagai agama rahmat bagi semesta alam, seharusnya dipahami dengan menghayati berbagai makna kehidupan dalam skala universal (kaffah) dari kajian secara luas yang mencakup segala sisi perbedaan suku dan budaya antara berbagai bangsa di seluruh dunia, agar saling mengenal dan menggalang tegaknya kekuatan Aqidah dan Syari’ah. Jadi, tidak berarti bahwa ajaran Islam secara mutlak mengharuskan semua suku bangsa di seluruh dunia untuk melebur diri beralih tradisi global timur tengah dan  berciri khas budaya Arab seutuhnya. Jelas, tidaklah demikian penjabarannya dalam tuntunan agama, sekalipun bahasa Arab perlu kita pelajari agar kita lebih mengenal Islam secara mendalam.
        Target arah keselamatan abadi yang ditawarkan Al-Qur’an yakni mengutamakan hidayah tanpa pilih kasih baik bagi bangsa Arab maupun bangsa Ajam (selain Arab). Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya: “Dan sekiranya Al-Qur’an Kami (Allah dan Malaikat Jibril) jadikan sebagai bacaan dalam bahasa selain bahasa Arab (Ajam), niscaya mereka (bangsa Arab) mengatakan (protes) ‘mengapa tidak dijelaskan ayat-ayatnya?’ (mereka berkata pula) ‘Apakah patut (Al-Qur’an diturunkan) dalam bahasa selain bahasa Arab sedangkan (Raslullah SAW) orang Arab? Katakanlah, ‘Al-Qur’an adalah petunjuk dan penyembuh bagi orang-orang yang beriman. Dan orang-orang kafir (tidak beriman kepada Allah) mereka tidak dapat mendengar (Al-Qur’an) dan merupakan kegelapan bagi mereka. Mereka itu seperti orang-orang yang dipanggil dari tempat yang jauh (tuli sekalipun mereka berasal dari Arab).”   (QS. Fushsilat: 44)
        Berdasarkan penjelasan ayat di atas, dapat dipahami bahwa hidayah diturunkan Allah tanpa pilih kasih kepada siapa pun hamba-Nya yang dikehendaki. Maka tidak ada jaminan suatu bangsa mendapat hidayah secara mutlak bahkan sekalipun ia keturunan dari bangsa Arab. Karena itu, hidayah yang diterima kapasitasnya tidak sama jadi otomatis perbedaan pendapat sudah menjadi sunnatullah. Sebagaimana Al-Qur’an menjelaskan: “Sungguh kalian benar-benar dalam keadaan berbeda-beda pendapat, dipalingkan darinya (Al-Qur’an) bagi orang yang dipalingkan. Terkutuklah orang-orang yang banyak berdusta, yaitu orang-orang yang terbenam dalam kebodohan (jahiliyah abad modern) dan kelalaian (kefasikan).”  (QS. Adz-Dzariyat: 8-11)
         Munculnya banyak kelompok (firqah Dakwah) akhir-akhir ini ternyata  meresahkan sebagian besar umat Islam. Dampaknya tentu sangat berbahaya bagi keutuhan dan kedamaian jama’ah kaum muslimin seluruhnya. Perbedaan pendapat (ikhtilaf) seharusnya dapat diterima dengan lapang dada, karena merupakan suatu keniscayaan. Bukankah  pandangan dan pemikiran yang berbeda-beda sejak dulu sudah terjadi, baik semasa Rasulullah SAW masih hidup maupun di zaman khulafaurrasydin, bahkan mungkin sampai hari kiamat tidak dapat diselesaikan kecuali dengan kebesaran jiwa sebab bagaimana pun kita mestinya saling memahami atau setuju dalam ketidaksetujuan terhadap berbagai hal yang bersifat khusus demi suatu tujuan dan kepentingan yang berbeda, termasuk beberapa pandangan atau pendapat.
        Terbentuknya suatu organisasi atau kelembagaan dakwah yang berkelompok-kelompok pada prinsipnya adalah untuk motivasi beramal shaleh dan bertujuan memudahkan pembinaan dan pengeloaan  jamaah secara internal yang berkesinambungan.  Sehingga, dendam persaingan untuk kepentingan visi sesaat antara kelompok dapat diredam, sebab tentunya misi abadi dunia dan akhirat kita tetap sama; yakni menegakkan pilar jamaah kaum muslimin yang memiliki solidaritas persatuan dalam memenangkan Islam di atas segala agama.
         Barangkali sudah saatnya, orang-orang yang mengaku beriman kepada Allah, perlu menghidari pengaruh arogansi hawa nafsu mereka sebagai sarana tipu daya Iblis dan godaan setan untuk mencerai-beraikan manusia agar tersesat dari jalan hidayah.  Sebagaimana Allah SWT memperingatkan dalam firman-Nya: “Sesungguhnya orang-orang yang memperdebatkan ayat-ayat Allah sesudah sampai kepada mereka bukti (keterangan nyata dari penjelasan Al-Qur’an), sedang yang ada dalam dadanya hanyalah keinginan akan kebesaran (keangkuhan dan kesombongan beragama) yang tidak mereka capai, maka mintalah perlindungan kepada Allah. Sesungguhnya Dia  (Allah) Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. Al-Mukmin: 56)
        Demikianlah sketsa transparansi masalah, sekedar bunga rampai urgensi sekelumit problematika umat Islam dalam kehidupan modern babak penghabisan, di akhir zaman ini. Kita berharap, semoga Allah secepatnya turun tangan untuk terus-menerus memberikan pertolongan hidayah-Nya berupa kesadaran moril kepada kaum muslimin di seluruh dunia, agar lebih mewaspadai bahaya perpecahan umat Islam akibat propokasi sepihak dari beberapa kelompok ekstrim jamaah untuk tega tidak mungkin lagi membuka diri dengan membangun ukhuwah antara berbagai organisasi kelembagaan dakwah secara tulus, sehingga bisa berpotensi memicu konflik dari kesatuan tatanan realitas beragama dalam kehidupan masyarakat secara keseluruhan (kaffah). Naudzubillah min dzalik.
        Akhirnya, kepada kaum muslimin di mana pun anda berada, mari kita membuka komunikasi saling menghargai dengan saudara seiman dan sekeyakinan yang berbeda pandangan dengan kita. Bukankah ajaran Islam adalah manifestasi kedamaian dan rahmat bagi semesta alam. Hasbunallah wani’mal Wakil ni’mal maula wani’man Nashir. Wallahu A’lam.
 
Penulis: Ridwan M, S.Ag
General Manager Divisi FORMAT Monitoring Dakwah Eksekutif Indonesia. Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan.

1 komentar:

  1. hanya dengan isinya namanya islam wadahnya namanya islam caranya cara islam itu akan diterima di seluruh dunia kalau isinya islam wadhnya namanya sholat pasti tidak diterima maka isi wadah dan cara namanya harus ISLAM seperti QS Al Maidah ayat 3 dst .

    BalasHapus